jan & hitoko

ihsan
4 min readAug 14, 2022

--

Tiga bulan menjelang hari ulang tahun Jan yang ke-22, setelah apa yang Jan harapkan saat new year’s wish mungkin terjadi tahun ini, kayaknya gak akan banyak berubah.

Jan masih saja melihat orang-orang lain berperan di sosial-nya, sudah banyak yang bekerja, magang, menghasilkan karya-karya yang harusnya anak-anak muda lakukan.

22 tahun ini berasa Jan cuman duduk di kursi, terus naik mesin waktu loncat beberapa tahun kedepan. Jalanan semakin lebar, teknologi makin canggih, internet semakin luas, dan Jan masih jadi orang yang konsumtif, belum produktif.

Apa bedanya Jan sama 3–4 tahun yang lalu?

Banyak orang bilang kalau timeline setiap orang beda-beda, dan setiap orang ada saatnya. Fase sekarang adalah fase pencarian jati diri, kemana Jan pengen melangkah, dan gak lagi berlari-lari di tempat. Jan adalah seorang yang pemalas, terkesan sangat gak peduli dengan apa yang terjadi di sekitarnya, seenggaknya itu menjadi karakternya sebelum Jan bertemu Hitoko.

Ya, Hitoko-lah yang secara gak langsung membuat Jan berubah dengan sendirinya. Gadis yang merupakan adik kelasnya saat SMA. Mereka bertemu sekitar empat tahun lalu. Entah apa yang membuat Jan kepincut dengan dia, gadis yang terkenal cuek dan gak asik.

‘Gue harus gimana lagi, sampai lo bisa respon gue?’

Jan, selama proses ia mendekati Hitoko, hanya dipenuhi keluhan. Dia sudah berusaha sekeras mungkin membuat Hitoko jatuh hati. Butuh beberapa saat, sampai ketika dimana benteng kokoh tak kasat mata yang menghalangi usaha Jan selama ini, runtuh seketika.

Wanita dingin itu luluh.

Desember 2019, saat Jan abis nengok ke SMA-nya sehabis lulus, Jan mengira bahwa Hitoko tak akan peduli dengan kedatangannya kesana. Namun, ajaib-nya saat Jan udah pulang, kemudian Jan neduh di satu minimarket karena hujan deras, tiba-tiba pesan dari Hitoko membuat handphone Jan bergetar.

‘Tadi abis dari sekolah, ya?’

Jan selalu inget kata-kata yang Hitoko ucapin ke dia, saat Jan udah mulai capek deketin. Entah kenapa, Jan ngerasa kayaknya Tuhan mendengar doa-nya selama ini. Dewi Fortuna kali ini berpihak ke dia. Senyumnya mulai melebar dan juga gugup gak tau mau bales apa.

Jan ngerasa chat dari Hitoko udah kayak chat dari pinjol. Bikin deg-degan. Disitu-lah yang menjadi titik awal hubungan Jan dan gadis cuek dan gak asik, Hitoko, jadi lebih serius. Lama-kelamaan mereka akhirnya mulai saling mengenal lebih dekat. Jan akhirnya mulai sadar, Hitoko sebenernya asik diajak ngobrol, meski kadang agak sengklek.

Maret 2020, pandemi tiba-tiba bikin semuanya gak seru. Gak bisa ketemu orang, Gak bisa ngumpul, dan bagi Jan yang paling membuatnya risih adalah : Gak bisa liat Hitoko lagi secara dekat.

Jan harus pulang kerumahnya, yang jauh dari tempat ia dan Hitoko bersekolah dulu. Jan hanya berharap semoga pandemi ini cepet selesai.

Mereka gak pernah nyangka kalo mereka akan bertemu lagi dua tahun kemudian, that’s hard.

Dua tahun berkomunikasi secara virtual, membuat hubungan mereka renggang. Tak terhitung berapa kali ucapan putus keluar dari mulut masing-masing, ada aja masalah yang singgah. Dari masalah yang sepele, dan juga lumayan, lumayan sepele. Jan adalah orang yang gak peduli dan selalu bawa santai kalau lagi ada masalah. Sedangkan Hitoko, 180 derajat berlawanan dengannya.

Hitoko terlalu rewel dan childish saat itu.

Segala rupa warna-warni pacaran virtual, mereka jalanin dengan apa adanya. Pokoknya, jangan sampe putus beneran. Komitmen itu yang kayaknya buat hubungan Jan dan Hitoko masih beruntung bertahan sampai sekarang. Gak terasa tiga tahun mereka berhasil lewati.

Februari 2022, mereka akhirnya bertemu lagi, kali ini secara langsung. Gak lagi via video call. Hubungan yang sempat renggang dan terasa hambar selama mereka LDR, akhirnya mulai merekah kembali.

Sekarang, di tengah kesibukan mereka masing-masing, Hitoko selalu memberi contoh gak langsung ke Jan, kalau dia juga bisa beranjak dari ke-pasif-annya selama ini. Jan akhirnya pelan-pelan nyoba cari kesibukan di sela-sela waktunya sebagai mahasiswa. Kini, Jan pengen jadi penulis yang suatu nanti tulisannya bisa dimuat oleh media. Hitoko, seorang mahasiswi kesehatan, bercita-cita membuka praktek sendiri kelak. Harapan-harapan klise mereka sekarang sedang berusaha mereka kejar. Dan, ketika semuanya tercapai ataupun tidak nantinya, Jan dan Hitoko tetap harus berterima kasih kepada satu sama lain.

Sore hari di pertengahan bulan Agustus, Jan ingin menulis tentang kisah dirinya dan Hitoko. Gak ada angin, Jan emang lagi pengen nulis tentang dia aja. Tak ingin melewatkan momen excitement yang hinggap di kepalanya, Jan mulai menulis. Gadis dingin itu kini abadi dalam goresan tangannya.

Hidup memang kadang aneh. Kalo ditanya apakah Jan menulis karena rasa cinta-nya dengan Hitoko, Jan juga gak tau. Jawabannya mungkin ada pada kata-kata dari Ricky Malau, salah satu seniman favorit-nya :

‘Jangan-jangan lo belum tau cinta itu apa sebenernya? Atau lo jatuh cinta sama yang namanya jatuh cinta, fren?’

--

--

ihsan
ihsan

Written by ihsan

a heartbreak lover probably?

Responses (1)