hitam

ihsan
2 min readSep 13, 2024

--

Photo by muhammad wildan on Unsplash

Seseorang bisa mati sebelum ia terkubur dalam tanah, saat dirinya tak berani lagi bermimpi.

Seseorang bisa mati sebelum ruhnya meninggalkan tubuhnya, saat dirinya takut untuk bangkit lagi.

Ada yang terduduk lesu, menatap dagangan nya yang sudah dingin karena sepi pembeli, di sebuah kawasan yang konon katanya bisa memajukan umkm.

Ada yang menahan sakit sendirian, karena tak mampu membayar biaya rumah sakit, bahkan dengan jaminan yang disediakan negara, itu hanya membuatnya mati perlahan dengan aturan yang berbelit.

Ada yang rela dibayar kerja dengan kata ‘terima kasih’ demi bisa merasa berguna daripada hanya diam dirumah, karena pekerjaan yang layak terkekang batas usia.

Saat hidup sehari-hari sudah dicekik, maka harapan yang sudah di ujung bibir itu tertahan, tak berani keluar menantang kenyataan.

Saat nasib yang ternyata jauh dari kata baik, membuat ide-ide cemerlang hanya tersimpan di otak, tertutupi oleh kecemasan apakah dia besok masih bisa makan atau tidak.

Sekeras apapun jungkir balik, rasanya hidup ini adalah beban yang tak kuasa ditahan hanya dengan kepalan tangan, lama-lama terkelupas, lama-lama berdarah, lama-lama cuma ditahan dengan air mata.

Di tempat yang kutinggali, banyak orang yang mimpinya ditelanjangi dengan pertunjukan palsu mereka yang katanya mewakili.

Di tempat yang kutinggali, banyak orang yang menangisi hidupnya yang terasa sia-sia, memberi suara mereka kepada orang yang ternyata hanya memedulikan diri sendiri.

Di tempat yang kutinggali, foto-foto mereka yang terpajang di setiap dinding ruangan kelas sekolah, seolah mengejek jutaan orang dengan berkata:

‘‘Persetan! jalani saja hidupmu yang menyedihkan itu!’’

if u like my writings and want to tip some coffee, here’s the link: https://ko-fi.com/writtenbyihsan thanks! 🙌

--

--

ihsan
ihsan

Written by ihsan

a heartbreak lover probably?

No responses yet