Maaf kalau tidak biasanya menulis tentang politik di platform ini. Namun, saya ikut merasa resah dan ini adalah bentuk tanggung jawab sebagai warga negara juga.
Tulisan ini dibuka dengan mengutip pernyataan Rocky Gerung saat ditanya di Podcast Bocor Alus Politik dalam kanal YouTube Tempo, beliau ditanya ‘Apa yang pertama kali anda lakukan jika menjadi Jaksa Agung?’ Rocky menjawab dengan tegas dan meyakinkan, ‘Tangkap Jokowi.’
Lantas, dari mana semua ini berasal?
Alkisah, satu dekade yang lalu, harapan baru muncul dari gorong-gorong yang bau dan pekat, seseorang yang disinyalir adalah anti-tesis dari pejabat tamak dan culas.
Seseorang dengan pasang muka yang ramah menyambut tangan-tangan yang menatapnya dengan kilau dan percaya bahwa ini lah Messiah yang mereka selama ini tunggu-tunggu.
Seseorang itu irit bicara, dengan logat kental Jawa-nya ia bersumpah akan selalu mementingkan rakyat dahulu.
Seseorang itu saat akan maju kontestasi bersimpuh mencium tangan ulama, bersumpah tidak akan khianat dari agama yang dianutnya.
Seseorang itu akhirnya terpilih, dan berkata kalau anak-anaknya tidak tertarik masuk ke dalam politik, memicu nepotisme dan adanya konflik kepentingan.
Setelah terpilih seseorang itu bingung, bertanya-tanya sambil menatap rusa-rusa dan ilalang yang luas, ternyata istana megah ini membuat diriku tak tersentuh.
Seseorang itu lalu berkata ‘Hei, bagaimana kalau aku bisa tetap ada di kursi yang hangat ini, lima tahun lagi?’
Saat berita itu sampai ke telinga rakyat, permintaan nya ditolak dengan keras.
Maka semua bisikan setan dan ambisi yang memenuhi dadanya selama ini keluar, seseorang itu akhirnya meludahi satu-satu orang yang dahulu ia janjikan akan datangnya nasib yang baik.
Seseorang itu adalah Mulyono.
Hari ini menjadi saksi bagaimana rakyat sudah gerah dengan kesewenang-wenangan hukum dan pengkhianatan kepada kepentingan publik. DPR dengan sembrono menyelenggarakan sidang yang selesai dalam hitungan jam. Ruang ber-AC, jam bermerek, dan HP terbaru rupanya telah menutup mata mereka dari panasnya amarah rakyat yang sekian lama tersimpan di balik gemerlapnya harta dan kekuasaan.
Hari ini, kita menyaksikan bagaimana pemikiran-pemikiran yang matang tak mampu lagi menahan kata-kata yang sekian lama tertahan di ujung lidah, mual dengan fakta bahwa kita kembali dikhianati entah untuk ke-berapa kalinya.
Hari ini, manusia dari berbagai kalangan berkumpul, bak memukul genderang perang dan menuntut karma, memberikan Mulyono dan kroninya tiket ke neraka lebih dulu. Karena sepertinya mereka tidak percaya karma dan neraka, bukan?
Hari ini adalah luapan emosi dari para guru honorer yang gaji bulanannya jauh dari cukup, sementara anak kesayangan Mulyono mengeluh makan roti seharga 400 ribu rupiah, terbang dengan jet pribadi ke Amerika Serikat.
Hari ini adalah luapan emosi dari para pencari kerja yang meski telah mengirimkan ratusan lamaran, tetap tak diterima karena adanya batasan usia, sementara anak kesayangan Mulyono mencalonkan diri di Pilpres dan Pilkada, dengan mengubah ambang batas usia seenaknya.
Hari ini adalah luapan emosi dari kalangan menengah yang menabung dengan susah payah lalu dicekik oleh Tapera.
Hari ini adalah luapan emosi dari seluruh rakyat yang merasa bahwa sepuluh tahun hidup dalam kekecewaan itu terlalu lama, sementara Mulyono merasa sepuluh tahun berkuasa itu jauh dari kata cukup.
Hari ini adalah luapan emosi harapan-harapan, raut wajah yang optimis, dan mata yang berkaca-kaca saat Mulyono bilang kalau semuanya akan berubah kalau dirinya dipilih.
Teman-teman, yang kemarin-kemarin belum tergugah akan hal ini, jika sekarang hatimu bergetar, maka bersyukurlah – kalian masih diselamatkan oleh yang namanya hati nurani. Saya teringat dan sekarang keadaan negeri ini menjadi relevan dengan kata-kata dari Sabo dalam serial One Piece: ‘Negara ini baunya lebih busuk dari tempat pembuangan sampah.’
Saatnya kembalikan seseorang yang dahulu mengemis suaramu ke gorong-gorong yang kotor dimana ia berasal.
Saatnya kembalikan seseorang yang dahulu menjanjikanmu segala hal yang baik ke gorong-gorong yang kotor dimana ia berasal.
‘Vox Populi Vox Dei’
Seseorang itu telah melawan suara rakyat yang merupakan manifestasi dari suara Tuhan, maka bersiaplah menerima pengadilan di dunia oleh rakyat, dan Tuhan di akhirat.