‘Kayaknya hari ini hujan lagi, ya? padahal bukan musimnya..’
Dia sering ngomong begitu belakangan ini. Aku selalu menengok keluar jendela, dan cuaca nya nggak menandakan akan turun hujan, bahkan tidak pula mendung.
‘Hey, kau sudah berapa hari nggak keluar rumah? Apa nggak bosen?’
‘Nggak. Cuacanya lagi hujan terus, ngapain aku keluar. Bisa-bisa malah sakit nanti.’
‘Aneh. Hujan dimana, sih?
Aku lagi-lagi melihat jendela ke luar, dan cuacanya cerah.
Lima hari telah berlalu dan aku akhirnya mencoba bertanya langsung padanya.
Saat aku membuka pintu kamarnya, dia tampak termenung di meja belajar yang sudah usang itu.
Di layar komputernya yang terpampang jelas dari sudut aku berdiri, ada foto seorang wanita.
Sheryl. Aku kenal dia.
Itu adalah mantan pacarnya yang baru saja menikah beberapa waktu lalu.
Akhirnya aku mengerti.
Langit memang tampak ceria dan memberikan angin segar, tapi.. untuknya, akan selamanya hujan disini.
Mentari berpijar menyambut hari mungkin memberikan kehangatan, tapi.. untuknya, akan selamanya hujan disini.
Bahkan di dunia yang penuh warna ini, ada seseorang yang melihatnya dalam hitam putih.
Bahkan di setiap kali kita memuji betapa cerahnya cuaca hari itu, ada seseorang yang berharap kalau mendung akan segera tiba.
Dan di antara ribuan harapan yang terbang ke angkasa, ada seseorang yang nggak lagi berani bermimpi apa-apa.
Takut kecewa.
Dan entah apa yang paling menyiksa, orang yang berlama-lama diam dibawah hujan deras, atau orang yang masih berharap pada seseorang yang sudah menemui cintanya yang baru.
Dia masih menunggu seseorang membawa payung menjemputnya, lalu akhirnya berlari bersama-sama dari derasnya pilu yang sudah tersimpan lama.
Dia… masih menunggu saat dimana seseorang akan mengatakan padanya,‘Hujannya sudah selesai, ayo kita pergi!’
